Wadah Opini

Jangan biarkan otak kita hanya menjadi otak-otak

Minggu, 11 Mei 2008

KIAT MENJADI PEGAWAI SUKSES

Diposting oleh imam suharjo


Wajah-wajah ceria menghiasi sebagian kecil peserta tes yang berhasil lulus dalam seleksi penerimaan CPNS. Bagi sebagian besar peserta yang masih belum mendapat kesempatan tentunya tak perlu putus asa dan dapat mencoba pada kesempatan lain. Tingginya jumlah pencari keja tidak mungkin tertutupi dengan minimnya formasi yang ada pegawai negeri sipil, untuk itu perlunya tindakan pemerintah melalui kebijakan yang dapat merangsang dunia usaha untuk melakukan investasi guna membuka lapangan kerja baru. Bagi yang mempunyai jiwa entrepreneur dan wiraswasta seharusnya tak perlu repot mengikuti seleksi penerimaan CPNS, akan lebih baik mengembangkan kemampuan berkarya di bidang keahliannya untuk mencapai tujuan dan kehidupan yang lebih baik.


Dunia pegawai negeri baik sipil maupun militer merupakan dunia pengabdian. Semua kegiatan yang dilakukan pegawai negeri wajib mengutamakan kepentingan Negara diatas kepentingan golongan atau diri sendiri, dan salah satu kepentingan negara yang utama seperti tertuang dalam pembukaan UUD 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum. Hal ini tentu berbeda dengan dunia usaha ataupun pelaku ekonomi yang lebih mengutamakan kepentingan sendiri untuk mencapai keuntungan sebesar-besarnya.. Atas hasil kerjanya pegawai negeri mendapat imbalan gaji yang dapat diterima secara teratur setiap bulan, namun besaran gaji yang diterima masih jauh dibanding gaji pegawai dari negara tetangga. Sementara itu tuntutan biaya hidup di negeri ini semakin lama semakin membumbung tinggi dengan adanya kenaikan BBM dan TDL. Karena itulah diperlukan suatu pengabdian yang ekstra besar untuk menjadi seorang pegawai sukses.


Sukses dalam arti ideal yaitu menjadi aparatur yang mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum tanpa menjual kehormatan dan martabatnya sebagai pegawai negeri.


Pengertian sukses diatas sudah selayaknya terpatri di benak setiap pegawai negeri. Namun kenyataan yang ada tidaklah selalu demikian, sebagian besar pegawai masih menganggap bahwa kesuksesan diukur dengan jabatan tinggi, fasilitas dan kekayaan. Untuk itu segala daya upaya dilakukan agar dapat mencapai kesuksesan tersebut. Dan sekarang, daya upaya para pegawai petualang tersebut mendapat lahan subur sebagai dampak negatif diterapkannya sistem pemilihan langsung kepala pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah.


Triple S

Bila diperhatikan kegiatan terselubung para pegawai petualang dalam mencapai kesuksesan yang hanya berorientasi pada jabatan tinggi biasanya tidak terlepas dari 3 S (triple S) yaitu setor muka, setor upeti dan setor suara. Di jaman orde baru kegiatan setor muka dan setor upeti memang sudah umum dilakukan. Bahkan ada rumor bahwa salah satu menteri di jajaran kabinet pembangunan saat itu terkenal sebagai menteri selamat pagi dikarenakan ulahnya yang selalu berdiri di pinggir jalan hanya untuk menunggu dan mengucapkan selamat pagi kepada presiden yang akan lewat menuju Istana Negara. Kegiatan setor muka sampai sekarang masih menjadi salah satu senjata yang dapat digunakan untuk menarik simpati sang pimpinan. Sikap ini sama sekali tak mendukung terciptanya pelayanan prima, karena pegawai negeri hanya akan bekerja bila ada pimpinan atau bekerja hanya untuk melayani pimpinan bukan masyarakat.


Tradisi feodal yang masih melekat pada sistem birokrasi pemerintahan negeri ini adalah budaya setor upeti dari bawahan ke atasan atau instansi strata bawah ke instansi yang lebih tinggi. Bila ingin urusan lancar maka harus ada upeti yang diserahkan. Pada era orde baru sistem pemberian upeti untuk suatu kepentingan seperti promosi jabatan sudah tersistematis sedemikian rupa di dalam kalangan birokrasi dan hanya melibatkan institusi yang ada didalamnya. Ironisnya, di jaman reformasi yang kelahirannya ingin menghapuskan segala bentuk penyimpangan tersebut ternyata kegiatan setor upeti semakin tumbuh subur dan tidak hanya melibatkan intern birokrasi tetapi juga institusi yang seharusnya berperan sebagai tonggak demokrasi dan juga kekuatan lain yang telah berperan mengusung seseorang menjadi pemimpin.


Kegiatan setor suara mungkin tak terlalu terdengar di jaman orde baru karena saat itu sudah jelas bahwa pegawai negeri melalui organisasi KORPRInya adalah pendukung setia Golkar. Penerapan sistem pemilihan langsung pada pemerintahan pusat maupun daerah menjadikan kegiatan setor suara saat ini merupakan kiat paling ampuh untuk cepat menduduki jabatan yang lebih tinggi. Setor suara dilakukan dengan menjadi tim sukses bagi kandidat pemimpin dalam meraih suara konstituen sebanyak-banyaknya. Meskipun pegawai diharamkan untuk terlibat dalam kegiatan politik dan dukung mendukung, namun seperti biasa dalam budaya kita bahwa aturan diciptakan memang untuk dilanggar. Ada satu spekulasi tinggi bagi pegawai yang menjalankan kegiatan setor suara ini. Apabila kandidat yang di dukungnya terpilih maka dapat dipastikan kariernya akan melesat dengan cepat melewati para pendahulunya, tetapi bila terjadi sebaliknya maka harus siap untuk dikandangkan. Fenomena ini dapat terlihat dari beberapa kali pelantikan pejabat akhir-akhir ini.


Ikhlas

Adanya pengaruh triple S sebagai faktor x dalam pembinaan kepegawaian terindikasikan dengan belum terlihatnya korelasi yang signifikan antara prestasi dengan promosi jabatan. Meskipun sering terucap oleh pemimpin daerah bahwa promosi diberikan kepada pegawai sebagai penghargaan atas prestasi, disiplin dan produktifitas tetapi kenyataannya tidak selalu demikian. Tidak sedikit pejabat yang dilantik tidak memiliki kriteria tersebut. Kondisi ini perlu disadari oleh para CPNS baru yang masih memiliki semangat dan idealisme tinggi, sehingga dalam mengemban tugas nantinya tidak patah arang. Untuk mempertahankan semangat dan idealisme tersebut ditengah minimnya kesejahteraan dan belum terlaksananya sistem pembinaan kepegawaian yang konsisten, maka modal penting untuk mencapai sukses sebagai aparatur yang mampu memberikan pelayanan prima adalah sikap IKHLAS. Ikhlas merupakan akronim dari : Iman, Kencangkan ikat pinggang, Hidup bagai air mengalir, Lapang hati, Akhlak terpuji dan Syukur


Besaran gaji yang dibayarkan setiap bulan kepada PNS saat ini dapat menjadikan seorang aparatur mudah tergelincir untuk menyalahgunakan kewenangan yang dimiliki. Penerima dampak dari penyalahgunaan kewenangan tentunya masyarakat khususnya masyarakat yang tidak mampu memberikan imbalan atas pelayanan yang sudah seharusnya diberikan oleh aparatur. Iman merupakan benteng pertahanan diri dari godaan untuk menyalahgunakan kewenangan demi kepentingan diri sendiri.


Ironis bila seseorang bercita-cita menjadi pegawai negeri karena ingin bergaya hidup metropolitan, seharusnya angan-angan tersebut dibuang jauh-jauh karena gaji pegawai tidaklah cukup untuk digunakan hidup berlebihan. Untuk itu bagi CPNS baru biasakanlah hidup sederhana dan kencangkan ikat pinggang. Akan lebih baik bila sering melakukan puasa karena selain berguna untuk meminimalisasi pengeluaran juga akan membantu mengendalikan diri dari nafsu negatif.


Falsafah hidup bagai air yang mengalir sangat cocok dengan kondisi pembinaan pegawai negeri saat ini. Air yang mengalir tenang akan memberikan manfaat kehidupan bagi tempat tempat yang dilewatinya. Demikian juga setiap pegawai yang telah berjanji untuk siap ditempatkan dimana saja haruslah selalu memberikan manfaat bagi lingkungan dan rekan kerjanya dimanapun ia berada. Jabatan tak seharusnya diminta dan dikejar dengan cara-cara kurang terpuji karena jabatan itu merupakan titipan Allah SWT bukan amanat pimpinan. Dan semua titipan tersebut harus dipertanggungjawabkan tidak saja di dunia tetapi juga di akhirat kelak.


Romantika kehidupan pegawai memang selalu dipenuhi keterbatasan dan kesempitan. Di kantor, tempat bekerja ruangannya sempit dan bahkan terkadang untuk duduk pun harus bergantian. Dirumah, tidak ada lagi lahan yang dapat dimanfaatkan karena sana sini santuk ( RSSS). Untuk tidak menambah penderitaan diri maka diperlukan sikap lapang hati. Dengan lapang hati tidak saja akan merubah ruang kantor menjadi luas, rumah jadi besar tetapi juga menumbuhkan jiwa besar dan menerima segala sesuatu dengan lapang dada.


Salah satu kewajiban pegawai negeri sesuai PP nomor 30 tahun 1980 tentang peraturan dan displin PNS adalah menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya dan teladan sebagai warganegara yang baik dalam masyarakat. Untuk menjadi teladan haruslah ditunjukan dengan sikap dan perilaku akhlak yang terpuji. Akhlak terpuji bukanlah sekedar kata tanpa wujud nyata. Ketika seorang pemimpin/pegawai mengatakan tidak boleh KKN, tidak boleh selingkuh, tidak boleh ini itu maka dialah yang harus lebih dahulu menunjukan sikap tidak KKN, tidak selingkuh atau tidak ini itu.


Keterbatasan materi janganlah membuat pegawai selalu berkeluh kesah, masih banyak orang-orang yang hidupnya lebih susah. Syukuri lah nikmat yang telah diberikan Allah agar tidak termasuk orang yang akan terkena azab seperti firman Allah dalam Al Quran surat Ibrahim ayat 7 yang artinya Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan :”Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. Orang yang tidak bersyukur hatinya selalu merasa kekurangan, dan ini akan berpotensi terjadinya bibit penyakit penyelewengan kewenangan dan kekuasaan.


Diibaratkan kertas, para CPNS baru saat ini bagai lembaran kertas putih yang siap untuk ditulisi. Isi tulisan tergantung kriteria sukses mana yang yang akan diambil. Apabila memilih sukses sebagai aparat yang mampu memberikan pelayanan prima dimanapun posisi dan bidangnya, maka kiat yang digunakan adalah ikhlas, dan insyaAllah sukses tersebut menjadi sukses dunia akhirat. Apabila sukses yang diinginkan hanya berorientasi jabatan, fasilitas dan kekayaan, maka gunakanlah kiat triple S, tetapi ingatlah bahwa anggaplah kamu telah memiliki bumi ini semuanya dan semua manusia tunduk kepadamu. Tetapi apa arti semuanya?. Bukankah esok kau hanya akan kembali ke bibir kubur, ditimbun debu dan tanah ini? (nasehat Abu Nawas kepada Sultan Harun Al-Rasyid).


Dimuat di Rubrik OPINI Banjarmasin Post Hari Rabu tanggal 29 Maret 2006


0 komentar:

Posting Komentar