Wadah Opini

Jangan biarkan otak kita hanya menjadi otak-otak

Senin, 10 Agustus 2009

BUBARKAN KPK !

Diposting oleh imam suharjo

Pembentukan KPK tak lepas dari tuntutan reformasi yang ingin membebaskan Indonesia dari penyakit kronis birokrasi yaitu maraknya perilaku KKN. Tuntutan ini dituangkan dalam TAP MPR-RI Nomor XI/MPR/1998) tentang Penyelengara Negara yang Bersih Dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang kemudian menjadi bibit kelahiran Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengara Negara yang Bersih Dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.


Maka pada tanggal 27 Desember 2002 terbitlah peraturan perundangan yang menjadi dasar terbentuknya KPK yaitu Undang Undang RI nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kelahiran KPK merupakan terobosan dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia, hal ini dikarenakan cara-cara konvensional yang dilakukan oleh lembaga penegak hukum dianggap tak efektif untuk memberantas korupsi. Korupsi di Indonesia telah menjadi kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crimes) dan untuk menanggulanginya harus dilakukan upaya hukum yang luar biasa pula.


Kinerja KPK diharapkan mampu mengeleminasi hambatan-hambatan teknis dalam upaya pemberantasan korupsi yang selama ini dilaksanakan oleh aparat kepolisian dan kejaksaan. Untuk itu dalam melakukan upaya hukumnya, KPK dalam UU 30/2002 diberikan kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi. Tidak itu saja, undang-undang tersebut juga dilengkapi dengan pembentukan pengadilan tipikor yang saat ini sedang digugat keberadaannya.


Asesoris lain pun dipasangkan ke KPK yaitu kewenangan melakukan penyadapan. Meski pada dasarnya penyadapan adalah hal yang dilarang, namun dalam delik delik khusus yang diatur dalam KUHP dinyatakan bahwa penyadapan boleh dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan terutama yang dilakukan secara terorganisasi dan sulit pembuktiannya seperti korupsi. Dengan demikian, UU 30/2003 menjadi ketentuan yang sifatnya khusus dan mengalahkan aturan yang bersifat umum (lex spesialis derogat legi generali).


Lengkap sudah gadget KPK, rakyat Indonesia patut berbangga karena memiliki lembaga superbodi yang siap bertarung dengan para jagoan neon yang telah menguras kekayaan negara. Genderang perang pun di tabuh kencang, pukulan demi pukulan dilancarkan KPK. tetapi pihak lawan tak tinggal diam, jurus-jurus pamungkas dikeluarkan. Serangan para koruptor ditujukan pada jantung legitimasi KPK, tujuannya hanya hanya satu yaitu ”Bubarkan KPK !”.


Jurus membubarkan KPK

Serangan ke KPK dimulai dari gugatan terhadap keberadaan pengadilan tipikor. Pada akhir tahun 2006, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materiil (judicial review) dari para terdakwa kasus korupsi tentang keabsahan kedudukan pengadilan tipikor dalam UU 30/2002. MK memutuskan memberi batas waktu 3 tahun untuk pembuatan UU khusus pengadilan tipikor. Dan nyatanya, sampai detik ini dimana tenggang waktu akan berakhir, pemerintah maupun DPR seperti tak bergairah untuk membahas RUU pengadilan tipikor. padahal selama ini pengadilan tipikor sangat efektif dalam menyidangkan kasus-kasus korupsi.


Pukulan pertama tak membuat KPK terjatuh, bahkan serangan baliknya terasa meningkat dengan ditangkapnya para koruptor di berbagai instansi pemerintah maupun yang ada di gedung dewan. Agresifitas KPK telah membuat sejumlah kalangan menjadi gerah. Di tahun 2008 munculah wacana pembubaran KPK yang di lontarkan oleh anggota Komisi III DPR RI dari fraksi partai pendukung pemerintah, ia beranggapan bahwa KPK telah menjadi lembaga super dalam menangani kasus-kasus korupsi sehingga UU KPK perlu direvisi. Pernyataan ini tak berselang lama setelah presiden menyindir KPK untuk tidak menggunakan cara-cara jebakan dalam memberantas korupsi. Medan perang pun melebar ke ranah publik, KPK mendapat bala bantuan masyarakat dan wacana itupun akhirnya menghilang.


Ketika KPK tak mati juga, maka dibuat jurus untuk melucuti senjata andalan KPK yaitu kewenangan penyadapan. Namun sebelumnya dihembuskan terlebih dahulu opini negatif terkait penyadapan. Ini penting dilakukan agar proses pelucutan nanti tak mendapat hambatan dari masyarakat. Pelucutan akan dilakukan melalui revisi UU KPK dan Peraturan Pemerintah yang di siapkan oleh Dephum dan HAM tentang pembatasan penyadapan. Meski tak akan membunuh, tetapi pukulan ini tentu akan berpengaruh pada kekuatan KPK.


Proses pelemahan terus berlanjut dengan rencana penarikan personil KPK oleh instansi induknya. Sebagai lembaga ad hoc, KPK relatif tak memiliki personil tetap. Diluar ke lima pimpinan dan penasihat, semua staf KPK diambil dari berbagai instansi seperti BPKP, polisi, kejaksaan dan instansi teknis lain. Bila penarikan ini jadi dilakukan, maka KPK tak lebih seperti badan tanpa kerangka.


Pukulan terakhir cukup telak malah datang dari AA sebagai ketua non aktif KPK. Ditengah proses hukumnya dalam kasus pembunuhan, AA mengeluarkan sebuah testimoni yang menduga adanya penyuapan ke sejumlah pimpinan KPK oleh tersangka korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT). Mungkin saking bernafsunya atau karena kepentingan lain, AA sebagai ketua KPK saat itu lupa bahwa UU KPK melarang seorang pimpinan untuk bertemu atau berhubungan dengan tersangka, sanksi pidana untuk itu juga tak main-main. AA sepertinya sedang kalut, dengan bukti-bukti yang meragukan, ia ingin menghancurkan bekas rumahnya sendiri.


Mempertahankan KPK

UU KPK disusun pada awal era reformasi, pada saat itu semua elemen masyarakat pada posisi satu kata yaitu memberantas KKN yang selama itu dianggap sebagai biang kerok krisis ekonomi. Karena niat itu begitu kuat, maka pasal-pasal yang disiapkan dalam UU KPK pun sangat progresif. Harapannya adalah agar pemberantasan KKN di Indonesia dapat berjalan secara cepat, sehingga tujuan negara yang ingin mewujudkan masyarakat adil dan makmur dapat segera terwujud.


Meski hanya sebentar, kita pernah memiliki jaman yang relatif bersih dari KKN. Mungkin dikarenakan masih shock pasca reformasi, naiknya Habibie sebagai presiden diikuti dengan mundurnya adik beliau sebagai walikota otorita Batam, dan juga anak-anaknya di PT Nurtanio (sekarang PT DI). Mundurnya kerabat Habibie untuk menghindari kesan KKN di pemerintah, meski bila dilihat dari latar belakang pendidikannya, kedua anak beliau adalah orang yang sangat berkompeten karena menyandang gelar doktor dengan predikat cumlaude dalam bidang penerbangan.


Sekarang di era politik sebagai panglima, penyakit KKN yang terjadi malah semakin dahsyat. Pengeluaran biaya politik yang begitu besar tak akan bisa dikembalikan hanya dengan mengandalkan kinerja, harus ada terobosan untuk meraup pendapatan sebesar-besarnya. Tentu saja keberadaan KPK akan menjadi duri bagi mereka yang ingin mengangkangi kekayaan negara melalui kekuasaan. Tidak ada jalan lain bagi mereka kecuali KPK harus dibubarkan atau minimal dibuat mirip lembaga anti korupsi sebelumnya, yang hidup segan mati tak mau.


Selama masih ada keserakahan maka gerakan delegimitasi KPK tak akan pernah surut, diperlukan dukungan masyarakat untuk mempertahankan keberadaan KPK. Korupsi bukan saja menjauhkan terwujudnya masyarakat adil dan makmur, tetapi juga membahayakan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara karena ketidakadilan yang di terapkan akan menyuburkan benih-benih teroris. Harapan besar juga di sandarkan kepada Presiden terpilih bapak SBY, beliau yang dalam setiap kampanyenya membawa jargon pemberantasan korupsi setidaknya dapat memberikan sedikit angin segar bersama mayoritas pendukungnya di perlemen untuk segera memproses pembentukan UU pengadilan tipikor.


Dimuat di rubrik opini RADAR BANJARMASIN hari Selasa tanggal 11 Agustus 2009



0 komentar:

Posting Komentar